Powered by Blogger

Temukan Artikel Anda :

Sabtu, 24 Oktober 2009

Syahadat Terry Holdbrooks di Guantanamo


Siapa tak kenal Guantanamo. Penjara yang sangat mengerikan dengan
penjagaan ekstraketat di Kuba itu biasa didedikasikan pemerintah
Amerika Serikat (AS) untuk mengurung para tokoh yang dianggap sebagai
teroris. Sebagian besar mereka berasal dari Irak dan Afghanistan.
Kisah penyiksaan dan pelecehan terhadap Alquran pernah 'menghiasi'
penjara ini.

Dunia pun mereaksi negatif keberadaan penjara Guantanamo. Tuntutan
untuk menutup penjara tersebut mengalir deras ke pemerintah AS.
Presiden AS, Barrack Obama pun menyambut baik tuntutan tersebut dengan
berencana menutup penjara tersebut.

Tapi, bagi Terry Holdbrooks, Guantanamo menjadi bagian hidup yang
sangat berarti. Kehidupan para tahanan yang penjara tersebut memberi
pengaruh besar dalam hidup Terry. Mulanya, dia hidup urakan. Kedua
orang tuanya berpisah ketika Terry berusia 7 tahun.

Hingga tubuh dewasa di Arizona, dia sama sekali dia tidak pernah
mendengar soal Islam. Dia juga tidak pernah paham akan keberadaan
Tuhan. Kehidupan junkies, membawanya pada dunia penuh maksiat. "Saat
itu, tidak pernah saya berpikir tentang Islam," ujar dia seperti
dikutip Guardian.

Di usia dewasa, dia mencoba melamar untuk menjadi tentara. Dia
kemudian diterima sebagai staf di polisi militer hingga akhirnya
dikirim ke Guantanamo di tahun 2003. Saat itu, dia baru berusia 19
tahun. Penempatan itu pun dia terima begitu saja. Satu hal yang saat
itu dia pahami, Guantanamo adalah penjara untuk manusia 'paling buruk
di antara yang terburuk'.

"Saya menyaksikan rekaman video peristiwa 11 September," tutur dia.
Begitu menerima perintah ke Guantanamo, dia berpikir bakal bertemu
dengan orang-orang yang oleh AS dianggap sebagai musuh. "Di situ ada
sopirnya Usamah Bin Ladin, juru masaknya, dan orang-orang yang akan
membunuhku saat mendapatkan kesempatan," ungkap dia mengungkapkan
bayangannya saat itu.

Sesampai di Guantanamo, segudang pertanyaan pun muncul. Saat itu, dia
pertama kali bertemu dengan seorang tahanan yang usianya baru 16
tahun. Kata dia, sang tahanan mengaku sama sekali belum pernah melihat
laut. Dia juga menyatakan tidak mengetahui bahwa bumi itu bulat. Dalam
hati, Terry pun bertanya-tanya soal kemungkinan anak itu mengetahui
rencana dunia gagasan pemerintah AS bernama war on terror (gerakan
global memerangi terorisme).

Saat itu, Terry bertugas untuk membersihkan lingkungan, mengumpulkan
sampah, membangunkan para tahanan, juga memverifikasi para tahanan.
Pekerjaan itu memungkinkannya untuk berinteraksi langsung dengan para
tahanan di penjara Guantanamo. Dari situlah, cahaya Islam mulai
memancar ke dalam jiwa Terry.

Saat para penjaga yang lain menyibukkan diri dengan alkohol dan gambar
porno, Terry justru banyak memanfaatkan waktu untuk berinteraksi
dengan orang-orang yang selama ini dianggap oleh pemerintah AS sebagai
teroris. Modal senyum membuatnya cepat ramah dengan 'warga'
Guantanamo. Dia pun dikenal sebagai penjaga yang baik.

"Saya mulai bicara soal latar belakang politik, etnik, moral, juga
budaya mereka," ujar dia mengungkapkan. Hasil diskusi itu memberinya
banyak pencerahan. Dari para tahanan inilah, dia kemudian mulai
mendapatkan informasi tentang Islam. Hal ini membuat dia mengalami
gegar budaya mengingat sebelumnya dia sama sekali tidak pernah
mendengarnya. Hingga dewasa, Terry juga tidak bertuhan.

Sampailah pada suatu sore tanggal 29 Desember 2003, dia mengakhiri
gegar budayanya itu dengan keputusan yang sangat mengesankan. Dia
memutuskan untuk mengucap syahadat dan masuk Islam. Seorang tahanan
yang menjadi mentornya memimpin upacara sederhana pengucapan syahadat.
Dia lalu meninggalkan segala jenis maksiat, termasuk kebiasannya
mengonsumsi minuman keras.

"Tidak mudah buat kami saat itu untuk bisa menjalankan shalat lima
waktu," kata dia mengenang pengalamannya di Guantanamo. Tapi, hal itu
tidak membuatnya menyerah. Dia justu bertambah mantap untuk tetap
berada dalam Islam. Terry merasa terlahir kembali, begitu mengucap
syahadat. Sesaat setelah mengucap syahadat, dia pun berganti nama
menjadi Mustafa Abdullah.

Di musim panas tahun 2004, dia merasa tidak cocok lagi berada di
Guantanamo. Dia meninggalkan tempat kerjanya dan keluar dari militer.
Selama menjadi penjaga tahanan, dia pun mengaku merasa malu. Meski
tubuhnya berada di balik terali besi, kata dia, sebenarnya para
tahanan itu jiwanya jauh lebih merdeka. "Sementara saya yang fisiknya
bebas, jiwanya terkekang oleh aturan militer," kata Terry. Dia pun
memilih keluar untuk bisa lebih mantap dan istiqamah menjalankan
ajaran-ajaran Islam.





Butuh info barang-barang keren dan up to date ? Kunjungi pro4shop pusatnya barang bermutu.

Tidak ada komentar:

Ini Yang Anda Cari ?

PASTI ANDA SUKA :

Sahabat